Tarikh Sejarah Batak

Setelah dipelajari lebih jauh data-data dan fakta-fakta tarombo dan tarikh dinasi Tuan Singa Mangaraja, sekarang telah dapat dipakai tanpa ragu-ragu dengan penjelasanm, bahwa satu sundut/generasi adalah antara masa 25 sampai dengan 30 tahun lamanya. Tetapi karena bangsa kita pada abad lampau umumnya usianya lebih tinggi daripada usia bangsa kita yang hidup pada abad ini, dimana dinasi Tuan Singa Mangaraja kebetulan kebanyakan pula terdiri dari putera tunggal, maka masa 30 tahun tiap-tiap sundut dapat dianggap lebih mendekati kebenaran. Dan sebagai titik tolak perkiraan dipakai/diambil dari angkata tahun kelahiran Raja Singa Mangaraja ke-XII, yang dapat diyakini lahir pada tahun 1845.

    "Lahirnya Singamangaraja I di kota Bakkara, dapat dikatakan terhitung mulai dari turunan yang ke-8 dari garis silsilah (kira-kira sama dengan 200-300 tahun sesudah Siraja Batak atau 300-400 tahun yang silam - buku ini ditulis tahun 1978)


"Tarikh Sejarah Batak"



No
Nama
Turunan
Tahun Lahir
Abad
1
Siraja Batak
   
1305
XIV
2
Raja Isumbaon
   
1335
"
 3
Tuan Sori Mangaraja
   
1365
"
4
Tuan Sorba Dibanua
   
1395
"
5
Siraja Oloan
   
1425
XV
6
Toga Sinambela (m. Sinambela)
   
1455
"
7
Ompu Raja Bonani Onan
   
1485
"
8
Raja Mangkuntal/Mahkuta
T.S.M
I
1515
XVI
9
Raja Tinaruan
"
II
1545
"
10
Raja Itubungna
"
III
1575
"
11
Sori Mangaraja
"
IV
1605
XVII
12
Ampallongos
"
V
1635
"
13
Ampangulbuk
"
VI
1665
"
14
Ompu Tuan Lombut
"
VII
1695
"
15
Ompu Sotaronggal
"
VIII
1725
XVIII
16
Ompu Sohalompoan
"
IX
1755
"
17
Ompu Tuan Nabolon
"
X
1785
18
Ompu Sohahuaon
"
XI
1815
XIX
19
Patuan Bosar O.P. Batu
"
XII
1845

Note : 
M.O. Parlindungan o.c., hal 489
Adniel L. Tobing, Hal.10
M.O. Parlindungan, hal. 24: "Tuan Sori Mangaraja" = Batak Priest Kings (orang-orang marga Sagala dari Sori Mangaraja Dynasty). Terakhir dijatuhkan oleh marga Manullang. Dan dari Marga Manullang direbut marga Sinambela (Singa Mangaraja I)

STEMPEL KERAJAAN MAHARAJA NEGERI TOBA

Baginda mempunya 2 buah stempel. Kedua-duanya memakai tulisan Batak di tengah-tengahnya dan tulisan Arab di sebelah pinggirnya. Tulisan Batak pada stempel yang bergerigi 11 berbunyi:
    
    "Ahu sap ni Si Singamangaraja sian Bakkara". Artinya: "Saya cap dari Si Singamangaraja dari Bakkara".
Stempel bergerigi 11

    Yang bergerigi 12 : "Ahu sahap ni Tuwan Singamangaraja mian Bakkara". (Saya cap dari Tuan Singamangaraja bertakhta di Bakkara). Huruf Arab: Inilah cap "Maharaja negeri Toba. Kampung Bakkara nama Kotanya. Hijrah Nabi 1304".
Stempel bergerigi 12




Stempel yang bergerigi 11 dipegang oleh puteranya Sutan Nagari, sedang yang bergerigi 12, pada Baginda sendiri.

 Dapatkah kebenaran dari dinasi Tuan Singa Mangaraja sebagai tercantum diatas, diertanggungjawabkan secara ilmiah? Sekarang mari kita uji menterafkannya dengan tarikh dinasi Sultan Aceh, yakni dari Sultan Ali Mughayat Syah sampai kepada sultan Muhammad Daud Alaidin Syah (1513-1903). Tuan Singa Mangaraja IX (Ompu Sohalompoan) mengadakan suatu perjanjian politik/pertahanan dengan Sultan Aceh Alauddin Muhammadsyah untuk menghadapi ancaman agresi Belanda di mana Tuan Singa Mangaraja IX (Ompu Sohalompoan)  melepaskan pelabuhan "Singkel" serta "Daerah Uti Kiri" definitif untuk Aceh. Dan sebaliknya Sultan Aceh (Alauddin Muhammadsyah) kembali menyerahkan pelabuhan "Pansur" serta "Daerah Uti Kanan" kepada kerajaan dinasti Tuan Singa Mangaraja. Sedangkan pelabuhan "Barus" merupak "Neutrale Sone" yang tidak dipertengkarkan oleh kedua belah pihak lagi. "Simalungun" diakui Sultan Aceh merupakan "sphere of interest" dari kerajaan dinasti Tuan Singa Mangaraja. Akan tetapi "Karo" merupakan "sphere of interest" dari Sultan Aceh.

    Sultan Alauddin Muhammadsyah memerintah dalam tahun 1781-1795. Tuan Singa Mangaraja IX memerintah kira-kira setelah berusia 25 tahun, yakni 1780-1800 sesuai dengan tarikh tadi. 

    Ompu Sohalompoan (Tuan Singa Mangaraja IX) digantikan oleh puteranya Oppu Tuan Nabolon (Tuan Mangaraja X). dimana dalam puncak perang Padri/Bonjol di pusat negeri Toba sekitar kaki Dolok Imun di Butar Siborongborong telah gugur sebagai Pahlawan sukubangsa Batak kira-kira pada akhir tahun 1819. Sesuai dengan tarikh tadi, Tuan Singa Mangaraja X lahir kira-kira tahun 1785, berarti wafat dalam usia 24 tahun. Dan puteranya Tuan Singa Mangaraja XI (Ompu Sohahuaon) lahir bertepatan pada waktu gugurnya Tuan Singa Mangaraja X (1819). Tuan Singa Mangaraja XI pernah mengikuti pendidikan Militer di Aceh pada tahun 1843-1845 dan menjadi sahabat karib dari Sultan Aceh "Ali Muhammadsyah" yang menjadi Sultan Aceh pada tahun 1870-1874. Tuan Singa Mangaraja XI pada tahun 1853 dikunjungi oleh Dr. H.N.van der Tuuk di Bakkara dengan cara menyamar sebagai "Raja Lambung" (putera Tuan Singa Mangaraja IX dari ibu boru Nainggolan). Sebelum wafat (Tuan Singa Mangaraja XI) pada tahun 1865 pernah berkunjung ke Tarutung dan singgah di rumah zendeling Dr. L. Nommensen di Huta Dame. Raja Singa Mangaraja XII (Pahlawan Nasional) lahir tepat pada tahun 1845 di Bakkara. Pada tahun 1871 berkunjung ke negeri Raya (Rea) Simalungun, untuk membicarakan persiapan pertahanan menghadapi ancaman dari agresi Belanda dengan raja Rondahaim Saragih. Tuan Singa Mangaraja I lahir kira-kira tahun 1515, bersamaan dengan lahirnya Sultan Aceh pertama (Ali Mughayat Syah) yang memerintah sejak tahun 1513. Penterafan tarikh dinasti Tuan Singa Mangaraja/Si Singa Mangaraja sebagai diuraikan di atas amat penting sekali dalam rangka penterafan sejarah Batak. Karena sejarah Batak pun tidak mungkin terlepas/terpisah atau berdiri sendiri dari
situasi dan kondisi dari/di sekitarnya di kawasan Sumatera Utara khususnya dan di Indonesia umumnya, terutama sekali dengan kedatangan penjajahan Portugis yang merampas Malaka (Melayu) pada tahun 1511 dan seterusnya menduduki bandar Barus, penjajahan mana tidak lama kemudian diambil over oleh Belanda dan Inggeris dengan tujuan yang sama. 

3. 'Impasse' yang ditimbulkan oleh perang Padri/Bonjol.


Sebelum terjadi peristiwa perang Padri/Bonjol di pusat negeri Toba, sukubangsa Batak di kawasan Sumatera Utara masih bersatu padu (bulat) dalam lingkungan kerajaan dinas ti Tuan Singa Mangaraja (Negeri Toba-tua) yang terdiri dari hanya tiga 'puak' (sub sukubangsa):
1. Gayo-Alas (Aceh-tua/asli),
2. Pakpak dan
3. Toba.

Tetapi akibat agresi tentera 'Padri' 8), timbullah 'impasse' dalam segala bidang, baik dalam 'kemasyarakatan' maupun dalam 'kerohanian', terutama dengan gugurnya Tuan Singa Mangaraja ke-X (Ompu Tuan Nabolon) selaku Maharaja yang tadinya dianggap tak terkalahkan oleh siapa juga pun, karena kesaktiannya sebagai wakil Dewata, 'Mulajadi Nabolon'. Tujuan perang Padri/Bonjol adalah untuk mengembangkan agama Islam ke dalam masyarakat sukubangsa Batak di kawasan Sumatera Utara secara drastis, untuk menghempang perkembangan agama Kristen yang berbarengan dengan kedatangan penjajahan Belanda. Tetapi karena dilancarkan dengan 'kekerasan' terhadap suatu sukubangsa yang fanatik terhadap kebudayaannya, maka akhirnya gagal. Sebaliknya 'impasse' ini kemudian telah menjadi pucuk dicinta ulam tiba bagi penjajahan Belanda dan penyebaran ke-Kristenan; sehingga 'separatisme' dan 'desintegrasi' menjadi-jadi ditengah-tengah masyarakat sukubangsa Batak, di mana timbullah puak-puak baru:

1. Simalungun, 2. Dairi, 3. Karo, 4. Angkola-Mandailing dan 5. Batak-Melayu
(Kampak membelah kayu, Batak menjadi Melayu') yang mengasingkan/memisahkan diri secara berangsur-angsur dari puak/negeri Toba-tua (setelah gugur Tuan Singa Mangaraja X). Sebagai akibat desintegrasi tersebut lambat laun timbul pula perbedaan-perbedaan 'dialek' bahasa 'surat/aksara' dan lain sebagainya; sehingga akhirnya seperti yang kedapatan sekarang, tidak dapat lagi dijumpai suatu bahasa/dialek dan surat/aksara 'umum' dikalangan masyarakat sukubangsa di kawasan Sumatera
Utara; begitu pula dibidang seni tari, ukur/lukis, adat istiadat sehari-hari dan lain sebagainya. Dan selanjutnya terjadi juga krisis kepercayaan (religi), di mana kepercayaan terhadap Debata, 'Mulajadi Nabolon', telah didesak oleh kepercayaan terhadap "tondi" dan sahala", seterusnya kepercayaan terhadap 'begu' (setan, hantu, roh jahat dan lain sebagainya), terutama akibat malapetaka-malapetaka
yang tak dapat diatasi akibat impasse perang Padri/Bonjol tersebut.

Untuk menghindarkan kesimpang-siuran dalam sejarah dan kebudayaan sukubangsa Batak di kawasan Sumatera Utara, perlu sekali diadakan suatu batas waktu (babak), sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang nyata sebagai diuraikan di atas; yakni sebelum abad ke-XIV dan sebelum dan sesudah gugur Tuan Singa Mangaraja X (akhir tahun 1819).

Di dalam ruangan catatan tahun/hari peringatan-peringatan dalam Almanak H.K.B.P. yang diterbitkan setiap tahun, sampai kini masih tetap tercatat, bahwa perang Padri/Bonjol di pusat negeri Toba, terjadi pada tahun 1825-1829. "Mustahil pada tahun tersebut tentera Padri menyerang ke tanah Batak; padahal
Tentera Belanda pada tahun itu sudah mendirikan benteng "Ford de Kok" dan "Ford van der Capellen" di Sumatera Barat (pada tahun tersebut Tentera Padri sudah mulai perang dengan Tentera Belanda)".
9) Sebagai tidak masuk di akal Pendeta Burton dan Ward datang ke Tarutung pada tahun 1824 dengan cara bebas dan diterima oleh masyarakat ramai dengan ramah tamah, apakala perang Padri/Bonjol belum terjadi pada masa itu. Akibat malapetaka yang ditimbulkan oelh perang Padri/Bonjol tersebutlah, maka kedua Pendeta Inggris tersebut datang tanpa pengawal bersenjata dan disambut oleh ribuan penduduk dengan ramah tamah dalam suasana biasa (tentu karena tentera Padri/Bonjol telah buyar)
-----------------------


8) H. Mohammad Said, Waspada 9 September 1972: Menurut ceritera seorang pelaut Portugis Ludovico de Verthema (1507) ramainya kota Pedir oleh lalu lintas perdagangan dengan dunia luar walaupun raja keras dengan hukum Islam (Nama Pidari atau Padri sesungguhnya berasal dari Pedir).

9) M.O. Parlindungan, hal. 626 (Penulis B.S.: Menurut N. Siahaan, hal. 33: "Perang Bonjol kira-kira tahun 1820. Dan menurut Wasinton H. Galung, hal. 77: "Perang Bonjol tahun 1820").

No comments:

Post a Comment

Pesta Budaya Njuah-Njuah

Pesta Budaya Njuah-Njuah Pakpak Dairi adalah perayaan budaya khas masyarakat Pakpak yang berasal dari Kabupaten Dairi, Sumatra Utara. Istila...